4 Senpi dan Spionase ke Wiranto-Luhut di Dakwaan Kivlan Zen


4 Senpi dan Spionase ke Wiranto-Luhut di Dakwaan Kivlan Zen Kivlan Zen didakwa memiliki senjata api ilegal (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen didakwa memiliki senjata api dan peluru tajam ilegal. Sidang perdana pembacaan dakwaan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Dalam dakwaan, Kivlan disebut memiliki 4 senjata api dan 117 peluru tajam.

Dakwaan tersebut termaktub dalam berkas yang diterima CNNIndonesia.com dan dibacakan jaksa penuntut umum Fahtoni dalam sidang di PN Jakpus, Selasa (10/9).


"Sebagai orang yang melakukan atau turut melakukan perbuatan tindak pidana, yaitu tanpa hak menerima, menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak yakni berupa 4 pucuk senjata api dan 117 peluru tajam," mengutip bunyi dakwaan.

Kivlan disebut memiliki senjata dan peluru tajam tersebut berkat bantuan Helmi Kurniawan, Tajudin, Azwarmi, Irfansyah, Adnil, Habil Marati, dan Asmaizulfi.

Kivlan memiliki 1 pucuk senjata api laras pendek jenis Mayer kaliber 22 mm, serta 1 pucuk senjata api laras pendek jenis Revolver kaliber 22 mm plus.

Lalu, 1 pucuk senjata api laras pendek jenis Taurus ukuran 68 mm, dan 1 pucuk senjata api laras panjang rakitan kaliber 22 mm.

Habil Marati diduga menggelontorkan ratusan juta untuk pembelian senjata api yang akan digunakan Kivlan ZenHabil Marati diduga menggelontorkan ratusan juta untuk pembelian senjata api yang akan digunakan Kivlan Zen (Dok. Antara Foto)
Kasus kepemilikan senjata api ilegal ini bermula pada 1 Oktober 2018 lalu saat Kivlan bertemu dengan Helmi Kurniawan alias Iwan di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Kivlan meminta Iwan mencarikan senjata api ilegal dan berjanji akan mengganti dengan uang.

Di kesempatan yang sama, Iwan mengenalkan Tajudin kepada Kivlan.

Kemudian, Iwan bertemu dengan Asmaizulfi alias Vivi di Kantor Cawang Kencana, Jakarta, Lantai 9. Saat itu, Vivi menawarkan satu pucuk senjata api jenis Taurus kepada Iwan dengan harga Rp50 juta.

Senjata tersebut tidak dilengkapi surat resmi dari pejabat berwenang. Kemudian, Iwan setuju.

Transaksi lalu berlanjut di daerah Curug Pekansari, Cibinong, Bogor pada 13 Oktober 2018. Vivi menemui Iwan sambil membawa senjata api jenis Taurus. Iwan lalu menebusnya dengan uang Rp50 juta secara tunai.

Tak lama kemudian, Iwan melaporkan transaksi yang baru saja dilakukan kepada Kivlan Zen melalui sambungan telepon. Kivlan meminta agar senjata api itu disimpan dan akan diguanakan pada saat yang dibutuhkan.

Pada 9 Februari 2019, Kivlan bertemu dengan Iwan dan Tajudin di sebuah rumah makan di Kelapa Gading. Kivlan memberikan uang SGD15 ribu yang berasal dari Habil Marati.

Iwan lalu menukarkan uang tersebut ke money changer dengan jumlah Rp151.500.000. Uang tersebut kemudian diberikan kembali kepada Kivlan.

Akan tetapi, Kivlan hanya mau menerima Rp6,5 juta saja. Sisanya, yakni Rp145 juta, diberikan kepada Iwan untuk mengganti pembelian senjata api jenis Taurus.

Kivlan juga memerintahkan agar Iwan untuk mencari senjata api laras panjang dengan kaliber besar dengan uang tersebut.

Iwan, yang memegang uang dari Kivlan, kemudian memberikan Rp25 juta kepada Tajudin. Iwan memerintahkan Tajudin untuk memantau pergerakan Menkopolhukam Wiranto dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.

"Saksi Helmi Kurniawan alias Iwan menyerahkan uang sebesar Rp25 juta yang berasal dari terdakwa (Kivlan Zen) kepada Tajudin sebagai biaya operasional survei dan pemantauan guna memata-matai Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan," mengutip bunyi dakwaan.

Iwan kemudian menghubungi Adnil untuk memesan senjata yang dikehendaki Kivlan. Adnil menyanggupi sekaligus memaparkan harga senjata yang dipesan Iwan.

Harga 1 pucuk senjata api laras pendek jenis Mayer kaliber 22 mm yaitu Rp5,5 juta, 1 pucuk senjata api laras pendek jenis Revolver kaliber 22 mm Rp 6 juta.

Kemudian, 1 pucuk senjata api laras panjang rakitan kaliber 22 mm seharga 15 juta.

Kemudian pada 15 Maret 2019, Iwan kembali bertemu dengan Habil, Tajudin dan Rosida. Pertemuan dilakukan di Saigon Cafe Pondok Indah Mall 3.Pada 3 Maret 2019, Adnil menyambangi kediaman Iwan di daerah Cibinong untuk mengambil uang tanda jadi membeli senjata sebesar Rp10 juta. Uang itu untuk pembelian dua senjata api jenis Mayer dan Revolver.

Adnil bertemu dengan Iwan untuk mengantar 3 senjata api jenis Mayer dan Revolver di daerah Cibinong pada 5 Maret 2019. Uang tunai Rp1,5 juta juga diberikan Iwan kepada Adnil.

Setelah menerima tiga pucuk senjata api dari Adnil, Iwan lantas melapor kepada Kivlan Zen bahwa dirinya telah mendapat 2 pucuk senjata api laras pendek dan 1 laras panjang.

Selanjutnya, pada 8 Maret 2019, Kivlan memberikan uang tunai Rp50 juta kepada Iwan untuk membeli senjata api. Itu terjadi di Pintu Tol TMII Jakarta Timur. Uang tunai Rp10 juta juga diberikan Kivlan kepada Tajudin untuk biaya operasional.

Iwan memnerahkan senjata api laras panjang kepada Tajudin pukul 19.00 WIB pada 9 Maret 2019 di daerah Cibinong.

Lalu pada 10 Maret 2019, sekitar pukul 17.00 WIB, Iwan, Tajudin, dan Azwarni alias Army bertemu dengan Habil Marati di Saigon Cafe Pondok Indah Mall 3. Habil berjanji akan membantu biaya operasional sebesar RP50 juta kepada Iwan.

Namun, Habil tidak membawa uang yang dimaksud saat pertemuan. Dia hanya memberikan Rp 10 juta kepada Iwan.


Dalam pertemuan itu, Habil memberikan uang tunai sebesar Rp50 juta kepada Iwan.

"Dan mengatakan bahwa uang tersebut dibutuhkan saksi Helmi Kurniawan untuk kepentingan bangsa dan negara dan berpesan agar Helmi Kurniawan alias Iwan tetap semangat," mengutip dakwaan.

Iwan lalu memberi Rp20 juta kepada Tajudin. Sedangkan sisanya, yakni Rp30 juta digunakan Iwan untuk biaya operasional.

Kemudian pada 21 Mei 2010, polisi menangkap Kivlan Zen, Helmi Kurniawan, Tajudin, Azwarmi, Irfansyah, Adnil, Habil Marati, dan Asmaizulfi.

Kivlan Zen didakwa dengan Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo pasal 56 ayat (1) KUHP.

Kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta Singarimbun membenarkan dakwaan jaksa yang dibacakan dalam sidang perdana tersebut.

Sementara Kivlan menyatakan dakwaan yang dibacakan Jaksa Fahtoni tidak benar. Karenanya, dia berencana mengajukan eksepsi dalam sidang berikutnya.

"Yang Mulia saya akan eksepsi, saya merasa dakwaan itu saya tidak bisa menerima dan tidak benar maka saya akan eksepsi. Saya serahkan pada penasihat hukum dan saya juga akan mengajukan eksepsi sendiri," kata Kivlan kepada Hakim Ketua Hariono usai dakwaan selesai dibacakan seperti dilansir dari Antara.

Hakim Ketua Hariono menyetujui permintaan Kivlan. Sidang eksepsi akan digelar pada 26 September mendatang. Hakim Hariono memberikan tenggat waktu yang begitu lama, yakni 16 hari, karena kondisi kesehatan Kivlan yang kurang baik.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190910195122-12-429246/4-senpi-dan-spionase-ke-wiranto-luhut-di-dakwaan-kivlan-zen
Share:

Recent Posts